Islam, Kesehatan Mental, dan Kesedihan Para Nabi


Kesehatan mental Islam sangat penting. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad sendiri, beliau diutus untuk mengembangkan kepribadian dan akhlak. "Sebenarnya, mereka hanya mengirim saya untuk menyempurnakan kemuliaan moralitas." (HR. Bayhaqi Abu Hurairah)

Dalam Islam, kesehatan mental, seperti kesehatan fisik, merupakan aspek yang sangat penting dari kesejahteraan seseorang, karena merupakan bagian integral dari kehidupan yang sehat dan seimbang. Kesehatan psiko-spiritual berhubungan langsung dengan kemampuan seorang muslim untuk mencapai tujuan spiritual aslinya. Semua orang diciptakan untuk berjalan sedemikian rupa untuk memastikan keselamatan mereka, dan sedemikian rupa untuk mencapai keridhaan Allah (swt).

Dengan demikian, kesehatan dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk melanjutkan jalan ibadah. Oleh karena itu, perlu untuk mempertimbangkan apa yang merugikan fungsi manusia.

Sayangnya, terlepas dari bobot dan pentingnya topik tersebut, topik gangguan jiwa masih menjadi topik pembicaraan yang tabu di kalangan masyarakat umum dan umat Islam. Setiap kali pertanyaan ini diajukan, kesalahpahaman pasti muncul. Orang awam sering melihat gangguan jiwa berdasarkan model pra-Islam. Misalnya, anggapan bahwa penyakit mental disebabkan oleh hukuman Tuhan, mata jahat (penyakit hukum), sihir, iri hati, atau roh gaib.

Jika masalah ini terlihat dalam acara keagamaan, seperti kepemilikan gin, itu berarti orang tersebut tidak memiliki iman atau tidak bertanggung jawab untuk beribadah. Mulai sekarang, penyembuhan dilihat sebagai pembacaan harian Al-Qur'an, dzikir atau ruqyah.

Ketika mereka memiliki masalah kesehatan mental, banyak Muslim biasa meminta bantuan kepada guru atau imam. Ketika membaca Al-Qur'an, doa dan nasihat dapat memenangkan hati, intervensi mungkin tidak cukup jika masalahnya adalah klinis. Selain itu, harus ada kesenjangan antara profesional kesehatan mental dan guru untuk membantu pasien mengatasi masalah psikologis klinis.

Wacana tentang penyakit mental yang disebabkan oleh hantu berasal dari Eropa abad pertengahan. Toh masih mengakar dalam pemikiran masyarakat awam saat ini, terutama di kalangan masyarakat muslim. Secara historis, dunia Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang gangguan jiwa. Pandangan Islam tentang kesehatan mental lebih holistik, menggabungkan kesehatan mental yang positif dengan kesehatan fisik yang positif.

Cendekiawan Muslim saat itu, seperti Ibnu Sina (pendiri kedokteran modern), menolak gagasan ini dan memandang gangguan mental sebagai kondisi yang didasarkan pada masalah fisik. Filsuf, dokter, dan ilmuwan Muslim lainnya seperti Ar-Razi, al-Bahi dan Ishaq ibn Imran melakukan hal yang sama.

Namun, Islam tidak ingin kita menjadi manusia super. Jika kita memiliki masalah kesehatan mental, kita didorong untuk mengatasinya, mengambil langkah positif yang mungkin, atau mencari bantuan profesional jika kasusnya klinis.

Kita sering berpikir bahwa emosi kita salah atau mereka menekan perasaan kita. Ketika kita mendengar bahwa "kita tidak seharusnya" kita merasa bahwa kita kekurangan iman. Namun, ketika kita menyebutnya Al-Qur'an dan Sunnah, itu adalah contoh bagaimana kita bisa sama-sama percaya kepada-Nya dan pada saat yang sama percaya pada rasa sakit yang dialami para nabi Allah.

Misalnya, Nabi Muhammad yang paling dekat hubungannya dengan Tuhan, sangat berduka atas meninggalnya ibunda, istri Khadijah, anak-anaknya yang meninggal saat masih bayi, dan pamannya Abu Thalib. Nabi Yakub menangis selama beberapa dekade setelah kematian putranya, Yusuf.

Saya sangat terinspirasi untuk membaca tentang pentingnya kesejahteraan psikologis dari sudut pandang Islam, karena Islam menekankan pentingnya hubungan emosional kita. Memang, ketika kita menciptakan budaya represi diri, kita didorong untuk mengeksplorasi dan memperdalam hubungan ini dengan diri kita sendiri.

Dari semua ini, yang menurut saya paling menarik adalah pentingnya kesadaran diri dalam Islam. Jika tujuan kita adalah membantu diri kita sendiri melalui terapi, perawatan diri, dukungan profesional, maka ini adalah ibadah, karena secara naluriah kita memperkuat kemanusiaan dan iman.

Insya Allah kita bisa merubah nilai-nilai budaya kita untuk memasukkan makna Islam yang sebenarnya: dunia luar dan dunia batin.





No.30DWCJilid33

#19 hari

Posting Komentar

0 Comments

Formulir Kontak